Beranda | Artikel
Fatwa Ulama: Perbedaan Tahrif Dan Tathil
Minggu, 11 Mei 2014

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus

Soal:

Apakah tahrif itu sama dengan ta’thil, ataukah keduanya berbeda? semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Jawab:

الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، أمّا بعد

Ta’thil berbeda dengan tahrif, ta’thil tidak sama dengan tahrif dari sisi berikut ini …

Yang dimaksud dengan ta’thil adalah: menafikan pendalilan nash-nash dari Al Qur’an dan As Sunnah yang sesuai dengan maksud nash tersebut. Seperti menafikan kesempurnaan Allah Ta’ala atau menafikan sifat-Nya. Demikian juga ta’thil dalam masalah penciptaan, seperti klaim bahwa alam terjadi dengan sendirinya, dan juga klaim bahwa sebagian benda yang ada itu bukanlah makhluk. Juga ta’thil dalam masalah ibadah dengan meninggalkan ibadah secara keseluruhan atau mempersembahkan ibadah kepada selain Allah Ta’ala. Maka intinya, ta’thil adalah menafikan makna yang benar (dari nash).

Adapun yang dimaksud dengan tahrif adalah: mengubah makna Al Qur’an dan As Sunnah dengan men-ta’wil (menginterpretasikan) maknanya kepada makna yang lain sehingga ternafikan pendalilannya. Tahrif itu terkadang dalam lafadz ayat syar’iyyah, sebagaimana perbuatan Bani Israil yang mengganti kata حطّة dengan حنطة (gandum) pada ayat:

وَقُولُوا حِطَّةٌ

katakanlah: “Bebaskanlah…” (QS. Al Baqarah: 58)

Atau terkadang pada makna ayat, sebagaimana perbuatan men-tahrif makna استوى (ber-istiwa) dalam ayat:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Ar Rahman (Allah) ber-istiwa di atas ‘Arsy” (QS. Thaha: 5)

menjadi استولى (menguasai). Atau men-ta’wil makna اليدِ (tangan) pada ayat :

بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ

bahkan kedua-dua tangan Allah terbuka” (QS. Al Maidah: 64)

dengan makna: القوة (kekuatan).

Juga, men-ta’wil makna خاتَم (penutup) dalam firman Allah Ta’ala:

وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“dan (Muhammad itu) penutup para Nabi” (QS. Al Ahzab: 40)

dengan makna: cincin.

Semua (ta’wil) ini merupakan penafsiran ayat dengan makna yang tidak benar.

Terkadang tahrif juga dilakukan pada ayat kauniyah. Sebagaimana orang yang menginterpretasikan bahwa Malaikat itu adalah kekuatan ruhiyah positif yang ada dalam diri manusia. Dan setan adalah kekuatan ruhiyah negatif pada diri manusia. Atau menafsirkan الطّيرَ (burung) dalam ayat:

وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ

dan Allah mengutus kepada mereka burung Ababil” (QS. Al Fiil: 3)

bahwa ia adalah bakteri penyakit. Atau semacam itu.

Maka, tahrif itu adalah menafsirkan nash dengan menyimpangkannya dari makna yang benar kepada makna yang batil.

Dari sini kita ketahui bahwa antara tahrif dan ta’thil ada hubungan umum-khusus. Ta’thil itu lebih umum secara mutlaq dari pada tahrif. Dan tahrif lebih khusus secara mutlak dari pada ta’thil. Maka setiap muharrif (orang yang melakukan tahrif) itu adalah mu’athil (orang yang melakukan ta’thil). Namun tidak setiap mu’athil adalah muharrif. Dalam setiap tahrif itu ada unsur ta’thil namun tidak sebaliknya.

Dengan demikian, orang yang menafikan makna yang benar dari nash, atau menafsirkan nash syar’i dengan makna yang batil maka dia adalah mu’athil dan muharrif. Dan orang yang menafikan makna yang benar dari nash tanpa memaparkan penafsiran lain dengan makna yang tidak benar, atau ia melakukan tafwidh (tidak mau memaknai namun mengembalikan makna nash kepada Allah), maka ia adalah mu’athil dan tidak disifati sebagai muharrif.

والعلمُ عند الله تعالى، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين، وصلّى الله على نبيّنا محمّد وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، وسلّم تسليمً

 

Sumber: http://ferkous.com/site/rep/Ba75.php

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Jenis Jenis Ibadah, Pentingnya Sholat Berjamaah, Gambar Pemuda Muslim, Tauhid Sifat


Artikel asli: https://muslim.or.id/21371-fatwa-ulama-perbedaan-tahrif-dan-tathil.html